TEMA : KEBERSAMAAN
JUDUL : KASIH MENEPIS PERIH
JUDUL : KASIH MENEPIS PERIH
Matahari masih sepenggalan, saat Fajar berlari-lari kecil menuju terminal. Di sana sudah menunggu kawan-kawannya, sesama pedagang asongan.
Anak-anak kecil berumur sekitaran sepuluh tahun, yang terpaksa dewasa sebelum waktunya. Mencari rejeki sebagai pedagang asongan di terminal, kadang harus naik turun bis agar dagangan terjual habis.
"Akbar mana?" tanya Fajar pada kawan-kawannya yang sedang berkumpul di terminal. Dia tidak melihat Akbar, sahabat karibnya, di antara mereka.
"Akbar sakit, Jar. Jatuh dari bis kota kemarin. Dengar kabar agak parah, tulangnya ada yang patah. Entah tulang yang mana, kami pun tak tahu," jawab Basri, panjang lebar.
"Di rawat di rumah sakit mana?" tanya Fajar, panik. Akbar adalah sahabatnya sedari kecil, di mana ada Fajar di situ ada Akbar.
"Di rumah. Tidak dibawa ke rumah sakit, mana ada duit! Paling dibawa ke dukun urut patah tulang!" jawab Basri, ketus.
Bergegas Fajar menuju rumah Akbar, di perkampungan kumuh belakang terminal, hanya berjarak seratusan meter dari rumahnya.
"Assalamu'alaikum ...!"
"Wa'alaikumussalam ...." Terdengar suara lemah, menjawab salamnya dari dalam rumah.
"Kamu kenapa, Bar? Apanya yang patah? Sudah diobati belum? Jatuh di mana? Kok bisa jatuh?" tanya Fajar beruntun.
"Lu nanya, apa interogasi pencuri Jar?!" jawab Akbar sambil tersenyum sumir, nyengir menahan sakit, melihat sahabatnya panik.
"Gue jatuh saat turun dari bis, terdorong penumpang yang tidak sabar mau turun. Tidak ada yang patah, hanya memar lecet sana sini. Sudah berobat ke puskesmas. Tenang saja Jar, gue kan tahan banting!" jawab Akbar santai. Walaupun luka-luka yang dideritanya lumayan parah. Akbar tidak ingin sahabatnya panik.
Fajar hanya bisa tersenyum sedih, mendengar jawaban sahabatnya. Dia tahu, Akbar sengaja menyembunyikan kesakitannya.
Bagi mereka sakit atau jatuh dari bis, memang sudah resiko yang harus di hadapi. Demi periuk nasi di dapur Ibu tetap berasap. Adik-adik mereka yang masih kecil, tidak kelaparan dan mereka pun bisa tetap meneruskan sekolah.
"Lu kagak jualan, Jar?"
"Hari ini gue meliburkan diri nyari rejeki. Gue temenin Lu aja. Sapa tahu butuh gue. Ambilin minum kek! Gue kagak bisa bantuin duit, hanya bisa kasih Lu hiburan lihat wajah gue seharian," jawab Fajar, sengaja melawak
Terdengar tawa dari dalam rumah sederhana berdinding papan di belakang terminal. Tawa ceria dua sahabat, menepis perih dengan balutan tulus rasa kasih.
Luh, 13 Agustus 2016
Biodata Penulis: Ingin lebih dekat dengan penulis, silakan lihat profilnya di sini:
Fb: Galuh Marta Pembayun
No comments:
Post a Comment